Bismillah

Hidup dengan Landasan Bismillah
Seorang Muslim dengan Muslim lainnya bagaikan satu tubuh, ia akan merasa sakit tatkala saudaranya sakit. Begitu pula saat saudaranya bergembira, ia juga akan ikut merasa gembira.
Saudaraku, dari seratus empat belas surat dalam Alquran hanya satu surat saja yang tidak diawali kalimat bismillah, yaitu QS. At-Taubah [9]. Selain At-Taubah, semuanya diawali lafal Bismillah
Apa hikmahnya? Semua yang kita lakukan harus berlandaskan bismillah. Artinya, kita selalu menggantungkan amal perbuatan kita pada Allah, dan menghiasi amal-amal tersebut dengan kasih sayang. Karena itu, berbicara tentang Islam sama artinya dengan berbicara tentang kasih sayang. Islam adalah agama kasih sayang; agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam.
Rasulullah SAW adalah contoh ideal pribadi penuh kasih sayang. Beliau menjadikan bismillah sebagai tempat bertolak. Kalau kita telaah kehidupan Rasul, maka kasih sayang menjadi bagian terpenting pribadinya. Dakwah yang beliau dilakukan adalah dakwah penuh kasih sayang.
Dalam Alquran difirmankan, ''Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang Mukmin.'' (QS At-Taubah [9]: 128).
Tanpa landasan kasih sayang, sulit bagi Rasulullah SAW untuk mengabarkan keindahan Islam pada manusia. Dengan kasih sayang beliau mampu melembutkan hati membantu, dan mengubah kebencian menjadi persaudaraan (QS Ali Imran [3]: 159).
Bila Allah memerintahkan kita untuk Bismillah dan Rasulullah SAW mencontohkan hidup berlandaskan Bismillah, maka menjadi keniscayaan bagi kita untuk hidup dengan basmalah. Dalam arti hidup hanya untuk Allah, dan menjadi penebar kasih sayang bagi sesama.
Bagaimana caranya? Kita harus lebih PERHATIAN. Artinya kita harus lebih (P)emaaf, (E)mpati, (R)amah, (H)ormat, (A)krab, (T)eduh, (A)man dan (N)yaman.
Pemaaf adalah ciri orang yang memiliki kasih sayang melimpah. Kunci menjadi pribadi pemaaf adalah tidak mudah tersinggung dengan perlakuan orang. Pribadi pemaaf akan memaafkan kesalahan saudaranya sebelum saudaranya itu minta maaf. Saudaraku, tidakkah kita ingin menjadi pribadi yang dimaafkan Allah? Maka jadilah pemaaf.
Rumus selanjutnya adalah Empati. Orang akan lebih penyayang jika bisa meraba penderitaan orang lain. Apa yang dialami orang lain seakan dialami dirinya sendiri. Rasulullah Saw. bersabda bahwa seorang Muslim dengan Muslim lainnya bagaikan satu tubuh, ia akan merasa sakit tatkala saudaranya sakit. Begitu pula saat saudaranya bergembira, ia juga akan ikut merasa gembira.
Selanjutnya adalah Ramah. Dengan ramah yang disertai muka cerah, orang akan merasa terpuaskan. Saat memberi misalnya. Walau yang kita berikan tidak seberapa, namun dengan keramahan, orang akan lebih terpuaskan.
Orang pun akan merasa dihargai apabila kita mengHormatinya. Sudah menjadi standar bila semua orang untuk senang dihormati, dan tidak senang direndahkan, siapa pun dia. Dengan sikap hormat, orang lain akan merasa dihargai dan diakui keberadaannya. Sebenarnya, menghormati orang lain sama artinya dengan menghormati diri sendiri.
Rumus selanjutnya adalah Akrab. Keakraban menunjukkan dekatnya ikatan persaudaraan. Persaudaraan tumbuh dari adanya kasih sayang. Buah dari keakraban akan melahirkan keteduhan. Inilah rumus berikutnya. Seorang Muslim harus seperti pohon rindang, di mana para musafir bisa melepas lelah dan orang kepanasan bisa mendapatkan kesejukan.
Pribadi penuh kasih sayang harus mampu pula menghadirkan rasa aman dan nyaman bagi orang-orang di sekitarnya. Aman artinya orang lain tidak merasa terganggu bila dekat dengan kita. Aman belum tentu nyaman, tapi nyaman pasti melahirkan aman. Dalam suasana nyaman, orang tidak hanya merasakan aman, tapi juga merasa senang dan mendapat manfaat.
Wallaahu a'lam.

*HBM